Rabu, 25 Mei 2011

SEJARAH BERDIRINYA PP DARUS SHOLAH JEMBER

Sepulang dari Madinah, setumpuk kegiatan telah menanti Kiai muda yang berwawasan luas ini. Sontak, beliau sibuk membina pengajian di kampung kampung. Salah satunya, mengasuh pengajian di Gang Paneli Talangsari Jember. Di tengah kesibukan mengasuh beberapa pengajian, beliau juga tengah mempersiapkan embrio pesantrennya, Darus Sholah. Tepatnya, pada 27 Rajab tahun 1987, Gus Yus meresmikan kelahiran pesantrennya. Pesantren ini didirikan di JI. Moh. Yamin 25, Tegal Besar Jember di atas tanah seluas 8 hektare. Saat itu, keadaan di lokasi pesantren masih sunyi, tidak seramai sekarang. Belum ada kendaraan, waktu itu. listrik juga masih menggunakan diesel. Hanya ada beberapa gelintir santri yang menimba ilmu di pondok Gus Yus tersebut.


Adalah Kiai As'ad Syamsul Arifin, seorang kiai kharismatik asal Situbondo, yang meletakkan batu pertama Pesantren Darus Sholah. Sewaktu itu, kiai As'ad sudah menjadi orang yang demikian dituakan di jam'iyyah Nahdlatul Ulama. Kiai As'ad lah yang bersama sejumlah kiai senior seperti KH Achmad Shiddiq dan KH Ali Maksum, pada tahun 1984, menjadi tokoh kunci yang sangat menentukan derap langkah Nahdlatul Ulama. Saat itu, Nahdlatul Ulama berada dalam ambang kehancuran karena badai konflik internal. Untungnya, kiai As'ad dan beberapa kiai kharismatik yang lain berhasil menyelesaikan konflik ini. Makanya, sangat tepat kiranya jika kiai yang juga abah KH Fawa'id Situbondo ini yang didaulat Gus Yus untuk meresmikan pesantrennya. Apalagi, ternyata KH Muhammad, abah Gus Yus, adalah senior Kiai As'ad.


Sebaliknya, ketika Kiai As'ad bermaksud mendirikan Ma'had Aly pada tahun 1990, Gus Yus dan juga Gus Nadzir, kakaknya dimintai bantuannya untuk turut serta merumuskan pendirian program pendidikan pasca pesantren tersebut. Bersama sejumlah kiai senior, beliau didapuk untuk turut menyumbangkan pikiran bagi pendirian dan pengembangan Ma'had Aly ke depan. MA sendiri diangankan oleh para pendirinya, untuk mampu mencetak kader kader ulama yang, menurut Kiai As'ad, kian langka. Tidak hanya itu. Pasca pendirian MA, Gus Yus juga dimohon untuk menjadi salah satu staf pengajar di sana. Hanya karena beliau belakangan sibuk di dunia politik, kiai politisi ini hanya dimintai mengajar satu bulan sekali sebagai dosen tamu.


Sedikit demi sedikit, Gus Yus pun membangun "pondasi" pondoknya. Santri santrinya pun dari tahun ke tahun, kian banyak. Tidak hanya dari Jember, tapi juga dari luar kota suwar suwir tersebut. Karena maksud memodernisasi pondok, Gus Yus akhimya juga mendirikan sekolah umurn seperti TK, SD, SMP Plus, SMA Unggulan, MA /MAK dan lain lain. Kendati demikian, aura salaf pondok pesantren Darus Sholah tetap dipertahankan. Nampaknya, Gus Yus hendak menerapkan kaidah :" al muhafadlah alal qadi mi as shalih wal akh dzu bil jadidi aslah". Meneruskan tradisi salaf yang baik, tapi juga mengambil nilai modem yang baik. Selain itu, kiai yang juga politisi ini membangun masjid megah yang rencananya dijadikan Islamic Centre.


Mungkin, benar juga kata Kiai As'ad pada Gus Yus, ketika bertiga: beliau, Gus Nadzir dan KH Hasan Bash pada 10 Ramadlan tahun 1990, secara khusus dipanggil oleh kiai kharismatik asal Situbondo tersebut. "Raje pondukke sampean (akan besar pondok anda)", tukas kiai As'ad sambil menepuk dada Gus Yus yang berada di sebelahnya. Nampaknya, ramalan kiai sepuh ini benar-benar menjadi kenyataan. Setapak demi setapak, Darus Sholah semakin ditata dengan baik. Santri santrinya juga semakin meluber. Informasi terakhir, jumlah santrinya putra dan putri sudah mencapai 750 orang. Sementara, yang di luar pondok sekitar 500 orang. Sungguh, prestasi yang luar biasa. Dalarn usia yang belia, pesantren baru ini cukup dikatakan maju dan besar.


Hingga kini, usia Darus Sholah sudah Dua Puluh tahun. Sebuah usia, yang dikatakan Gus Yus, di acara Haul yang ke 17 ini sebagai, "cukup dewasa". Kiai yang juga mantan Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa MPR RI periode 1999 2004 ini berharap, pesantrennya akan menjadi mandiri. Mandiri, dalam arti kata, segala sesuatu yang berjalan di pesantren, lebih karena sistem yang berjalan. Memang, banyak orang cukup risau, siapa yang nanti menggantikan Gus Yus, jika sewaktuwaktu beliau. tidak ada. Karena, pengaruh kiai muda ini sangatlah menentukan. Tapi, kerisauan ini sendiri sudah dijawab.Setelah ditinggalkan Gus Yus kegiatan Darus Sholah tidak terganggu dan tidak terbengkalai,hal ini dikarenakan Gus Yus telah meletakkan dasar-dasar manajemen pondok yang profesional. Segalanya berjalan apa adanya sesuai dengan sistem yang berlaku, dan bahkan Darus Sholah tambah menjelma menjadi pondok yang sangat diminati oleh masyarakat, hal ini dibuktikan dengan semakin bertambah banyak santri yang mondok dipesantren ini, bahkan Darus Sholah kekurangan gedung ( Ruang sekolah dan asrama) untuk menampung santri yang semakin membeludak.


Hanya saja, banyak obsesi beliau yang belum selesai. Pertama, keinginan Gus Yus mendirikan Perguruan Tinggi yang bersifat kejuruan di pesantren. Seperti Akademi Perawat, Fakultas Kedokteran dan lain lain. Kedua, membangun studio radio yang dapat menjadi media dakwah ke masyarakat. Ini mengingatkan kita, tatkala beliau aktif menjadi penyiar radio di masa remaja. Dan ketiga, meneruskan pembangunan masjid yang beliau. cita citakan bakal menjadi Islamic Centre, yang hingga kini baru 75 persen. Ini'lah tugas kolektif yang bakal dipikul, baik oleh Gus Nadzir, selaku penerus/ pengasuh Darus Sholah, ataupun perangkat sistemik Darus Sholah yang lain seperti guru, ustadz dan lain sebagainya.

Sumber: Gus Yus Dari Pesantren Ke Senayan, Halaman 22 - 27

BIOGRAFI ALM. GUS YUS

Gus Yus lahir di Jember, 23 Pebruari 1952. Ayah (beliau, KH Muhammad, seorang da'i yang cukup disegani di Jember. Sementara ibunya, Nyai Zaenab, adalah putra seorang kiai yang berpengaruh di Jember, Kiai Shidiq. Kiai Shidiq melahirkan putra putra yang di kemudian hari menjadi tokoh nasional seperti KH Mahfudz Shidiq dan penggagas Khittah NU, KH Achmad Shidiq. Kiai Shidiq asal Lasem Rembang ini juga memiliki jalinan erat dengan pendiri NU, KH Hasyim Asy'ari. Tidak meng herankan, jika darah keNU an Gus Yus sedemikian mendarah daging.


Sejak umur 3 bulan, Yus kecil telah ditinggal ayahnya. Yus kecil hanya tinggal bersama ibunya, Nyai Zaenab Shidiq. Saudara Yus berjumlah enam orang. KH Hizbullah Huda (almarhum), KH Farouq Muhammad (almarhum), Dra. Hj. Fathiyyah Wajiz, Dra. Hj. Noer Endah Nizar, Dra. Hj. Elok Faiqah, MM dan Drs. KH Nadzir Muhammad, MA. Oleh ibunya, Yus bersama saudaranya ditempa pendidikan kedisiplinan yang tinggi. Apalagi, sang ibu menjadi single parent yang juga berposisi sebagai ayah. Karena himpitan ekonomi, sang ibu terpaksa harus berjualan barang amanah milik santri santrinya. Sang ibu sering keliling menawarkan barang dagangannya. Sesekali, wali santri dan alumni juga mengambil dagangan di pondok untuk dipasarkan ke tempat lain.


"Ibu terus dagangan melijo. Jadi, mengambil dagangan amanah dari toko toko. lbu ambil barang. Kadang, wali santri atau alumni yang mengambil di sini atau ibu yang keliling. Saya sering Wiling ke Puger, naik becak. Saya dengan adik bergantian. Waktu itu, di SD ada yang masuk pagi dan siang. Pokoknya, dari kita ada yang libur. Salah satu dari kita membantu ibu ", kenang Gus Nadzir, kakak kandung Yus. Padahal, Nadzir menambahkan," Ibu sewaktu ditinggal ayah, tidak tahu pojoknya pasar. Ini karena didikan Mbah Shidiq, ". Nyai Zaenab berkeinginan menyekolahkan putra putranya sedemikian tinggi sehingga ia harus bekerja keras mendapatkan biaya tersebut.


Memang Yus kecil memulai pendidikannya (1959) di SD Jember Kidul I yang sekarang berganti nama SD Kepatihan 1 di A Dr. Sutomo no. 14. Hampir keluarga besar Bani Shidiq sekolah di sana. Gus Yus kecil yang dulu bernama Muhammad Yusuf Syamsul Hidayat ini baru menyelesaikan pendidikan SD nya pada tahun 1965. Seperti yang lain, masa kecil Yus dilalui dengan ceria. Bahkan, Yus kecil sudah terlihat sebagai orang yang periang dan senang guyon. Suatu saat, " Saya pernah terkesan juga. Zaman dulu, anak anak tidak krasan kalau pakai sepatu. Sepulang sekolah, lewat lapangan Talangsari, sepatu Yus ditaruh di belakangnya. Sambil ditenteng tangan, sepatu itu ditaruh dipundaknya tutur Alfan Jamil, teman SD Yus.


Yus kemudian melanjutkan pendidikannya di SMPN I Jember dan SMAN I Jember. Pada saat itu, Yus sudah aktif di organisasi. Bahkan, pada usia dini, yakni 13 tahun, Yus muda ikut aktif mendirikan IPNU di SMPN tersebut dan berhasil menghentikan seorang guru SMPnya. S emasa di SMA, putra bungsu Nyai Zaenab ini juga ikut OSIS, malah didapuk menjadi sekretarisnya. Selain itu, Yus juga aktif menjadi penyiar di Radio ASHRIA DUA. Setidaknya, ada tiga radio amatir yang dikenal waktu itu. Radio ASHRIA SATU yang terletak di pondok ASHRI sekarang ini, Radio ASHRIA DUA yang terletak di rumah Achmad Shidiq dan Radio SEMERU LIMA, yang ada di kantor NU JI. Semeru no 5, sekarang dekat Bank Mandiri di JI Wijaya Kusuma. Yus, secara bergantian, menjadi penyiar bersama M. Farid Wajdi, Alfan Jamil, Hasyin Syafrawi, dan lain lain. Memang, di Radio ASHRIA DUA, merupakan base camp pelajar pelajar muda NU, baik yang tergabung di IPNU, maupun PMIL Di radio ini, Yus lebih dikenal nama udaranya: ARDLIYAYUSITA.


Seusai SMA, Yus melanjutkan kuliah di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga sekaligus Fakultas Hukurn UGM. Keduanya di Yogyakarta. Tapi, karena kesulitan mernbagi waktu, Yus tidak meneruskan pendidikan di UGM dan malah concern di IAIN. Kendati jenjang pendidikan fomalnya umum (SD, SMP dan SMA), di IAIN Yus tidak tertinggal dengan yang lain. Bahkan, Yus muda kerapkali menunjukkan prestasi yang gernilang. la kerap kali menorehkan prestasi akademiknya. Di sela sela kegiatan kernahasiswaannya, Yus juga nyantri di Pondok Pesantren Krapyak, asuhan KH Ali Maksum. Di sini, seperti kakaknya, Yus belajar mendalarni agarna pada kiai sepuh dan alim dari Rembang tersebut.
Tapi, kecerdasan Yus tidak hanya diasah di tingkat akadernik semata, melainkanjuga di masyarakat. Di kota budaya ini, Yus juga terlibat sebagai aktifis kampus yang piawai, baik di intra maupun ekstra. Di intra karnpus, Yus pemah menjadi wakil sekretaris Dewan Mahasiswa IAIN Yogyakarta. Sementara itu, di ekstra. kampus, ia juga pernah menjadi Ketua Umurn PMll Cabang Yogyakarta pada tahun 1976. Kawan semasanya waktu itu, Selamet Efendi Yusuf, lkhwan Syam, Firdaus Basuni dan lain lain. Hiruk pikuk di bawah tangan besi Orde Baru, menyebabkan Yus beserta kawan kawan aktifisnya pernah dirnasukkan sel korem Yogya dan sernpat dibawa ke LP Wirogunan, karena dicurigai terlibat dalam aksi Malari bersarna Hariman Siregar tahun 1974. Tapi sesungguhnya, ini hanya dalih penguasa untuk mengkait kaitkan Yus dan kawan kawannya dengan Hariman Siregar agar dapat dijebloskan ke penjara.


Pada tahun 1980, Yus melanjutkan kuliah di Fakultas Syari'ah Universitas Madinah. Narnpaknya, ia lebih at home dengan pendidikan agarnanya. Sernasa kuliah di kota ternpat hijrah Nabi Saw ini, Yus juga tampak menonjol dengan teman temannya yang berasal dari Gontor, Padang, Sumatera dan lain lain. Padahal, seperti diketahui, di Madinah waktu itu, sudah ada sekitar 250 hingga 300 an mahasiswa Indonesia yang beragam latar sosialnya. Ada yang dari NU, Muhammadiyah, Persis, al Irsyad, dan lain sebagainya. "Gus Yus, menjadi salah satu tokoh yang disegani", tegas KH Hasan Basri Lc, teman sewaktu di Madinah. KH Hasan Basri yang juga Rektor JAI lbrahimy Sukorejo ini adalah kakak kelas, satu tingkat di atas Gus Yus. Bagi Hasan Basri, Yus kerapkali menjadi "pejuang",dalam soal membela paharn ahlussunah wal jama'ah. Ini terlihat ketika keponakan KH Achmad Shidiq ini menjadi Ketua KMNU Komisariat Madinah dan Perhimpunan Pelajar Islam Indonesia,


Di tengah tengah keasyikannya belajar di Madinah, Yus besar yang kemudian akrab dipanggil Gus Yus ini menikah dengan istri tercinta, Siti Rosyidah pada tahun 1981. Dengan penuh suka cita, mahasiswa Madinah ini pulang untuk sementara waktu ke Indonesia. Siti Rosyidah sendiri, waktu itu masih kuliah di JAIN Sunan Ampel Surabaya. Sepasang manusia yang berbahagia ini dinikahkan oleh KH Hamid Pasuruan. Memang, KH Muhammad, abah Gus Yus, menitipkan dua putranya yakni Gus Nadzir dan beliau untuk dinikahkan kiai yang dikenal waliyullah tersebut.


Seusai nikah, beliau kembali ke Madinah bersama istri tercinta, meski sang istri sempat melanjutkan kuliah lagi selama tiga bulan di Surabaya. Di Madinah, untuk memenuhi kebutuhan sehari harinya, beliau dan istri sempat berjualan, baik untuk me layanijarfla'ah haji atau umroh. "Sebab, waktu itu ekonorm kita masih minim", kenang Siti Rosyidah, istrinya. Gus Yus akhirnya dapat menyelesaikan kuliahnya. Tahun 1984, mereka berdua boyongan ke Indonesia.

Sumber: Gus Yus Dari Pesantren Ke Senayan, Halaman 15-21

KABAR DUKA DARI MUKTAMAR NU, SOLO

ullu syai'in bi qadla'in wa qadar. Nampaknya, lagu penyanyi legendaris asal Mesir, Ummi Kulsum yang seringkali disenandungkan oleh KH Yusuf Muhammad benar benar menjadi sebuah kenyataan yang memilukan. Tepat 30 Nopember 2004, Gus Yus, panggilan akrab KH Yusuf Muhammad, dipanggil menghadap ilahi, Sang Pencipta. Putra bungsu KH Muhammad ini meninggal dalam musibah kecelakaan pesawat Lion Air di Solo, bersama 26 korban yang lain. Kecelakaan itu terjadi sore hari di Bandara Adi Sumarmo, saat pesawat tergelincir sesaat sebelum berhasil mendarat di bandara yang berjarak beberapa kilometer dari lokasi Muktamar NU di Solo. Namun demikian, jenazah Gus Yus baru dapat dipastikan keberadaannya pukul 22.30 WIB.

Saat itu, beliau hendak hadir kembali dalam Muktamar NU ke 31. Sebelumnya, yakni pada waktu pembukaan Muktamar NU yang diselenggarakan di Asrama Haji Donohudan Boyolali, Jawa Tengah, Gus Yus sudah hadir, malah bersama istri, Siti Rosyidah dan putranya, Ahmad Syarif Cornel Aulawi. Hanya, beliau harus ke Jakarta hari itu lantaran melaksanakan tugas sebagai Ketua Komisi VIII DPR RI, untuk rapat bersama Mensos Bachtiar Chamsah. Sore hari itu, usai rapat dengan Mensos, (30/ 11), Gus Yus bermaksud ke Solo menghadiri sejumlah perternuan Muktamar. Rencananya, esok pagi (1/12), beliau berencana ke Jakarta kembali, untuk menghadiri rapat dengan Menteri Agama, Maftuh Basuni.


Kabar meninggalnya Pengasuh Pondok Pesantren Darus Sholah itu terungkap tak lama setelah kecelakaan pesawat. Kediaman Gus Yus sejak malam itu. (30/11) ramai didatangi sanak saudara, kerabat, santri dan warga yang hendak membacakan tahlil. Pagi hari, I Desember 2004, jumlah warga yang mengiringi pernakaman jenazah kian membludak. Belasan ribu warga Jember dan sekitarnya, seperti Bondowoso, Banyu wangi, Situbondo, Lumajang, Pasuruan, bahkan Surabaya memadati pesantren yang terletak di Tegal Besar tersebut. Kedatangan jenazah Ketua Yayasan Masjid Al Baitul Amien Jember ini sudah ditunggu sejak pukul 06.00 WIB. Mereka datang untuk menyaksikan pemakaman sekaligus memberi penghormatan terakhir kepada kiai yang juga mubaligh kesohor itu. Informasi yang diterima masyarakat menyebutkan jenazah almarhurm akan tiba di rumah duka sekitar pukul 08.00 WIB. Tapi, iring iringan mobil yang membawa jenazah Gus Yus tiba dan memasuki halaman pondok pukul 10.15 WIB. Kedatangan jenazah kiai berpenampilan sederhana ini disambut dengan lantunan ayat suci al Qur'an. Hujan tangis para pentakziah pun menjadi tak terhindarkan. Mereka juga merangsak mendekati mobil jenazah dan berebut mengangkat jenazah Gus Yus ke dalam rumah. Sebagian pentakziah histeris menangis cukup keras.


Akhimya, jenazah diterima keluarga. Setelah beberapa saat melihat kondisi jenazah, keluarga duka juga mensholatinya. Tampak juga, KH Khotib Umar, mengimami sholat jenazah di ruang tamu keluarga. Usai disholati di keluarga, jenazah diberang katkan ke masjid. Secara bergantian, pentakziah menyelenggarakan sholat jenazah. Berkali kali sholat jenazah dilakukan. Maklum, jumlah pentakziah sangat banyak. Tapi, permakaman jenazah Gus Yus tak kunjung dilaksanakan. Pasalnya, putra beliau, Muhammad Zakki Audani (17 tahun), masih dalam perjalanan menuju Jember. Pemakaman baru dilaksanakan pukul 14.00 WIB, ketika sang putra dengan isak tangis yang memilukan, tengah datang. Menjelang pemakaman, ribuan warga yang beraneka ragam berdesak-desakan memenuhi pelataran Pesantren Darus Sholah. Gubernur Jawa Timur Imam Utomo, Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Edy Sunamo, Pj. Ketua Umurn DPP Partai Kebangkitan Bangsa Prof Mahfudz MD, Ketua DPR RI Agung Laksono, Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Ali Masykur Musa, Wakil Bupati Jember Bagong Sutrisnadi, serta pejabat lain, tampak hadir dalam permakaman ini. Termasuk Bupati Bondowoso, H. Mashoed M. Si. Dari masjid, jenazah Gus Yus lalu dibawa ke pemakaman keluarga di sekitar pesantren. Jarak antara masjid ke pemakaman keluarga sekitar 100 meter. Namun, lama perjalanan peti jenazah antar masjid ke makam keluarga, memakan waktu 15 20 menit. Sebab, jalanan tempat jenazah menuju permakaman nyaris macet. Ribuan pentakziah meluberi pelataran pesantren yang didirikan pada tahun 1987 ini. Namun, karena kesigapan Banser dan aparat, akhirnya jenazah dapat dimakamkan dengan lancar. Isak tangis dan bacaan tahlil pentakziah kembali menyerusak sepanjang perjalanan jenazah ke pemakaman. Prosesi pemakaman Gus Yus dipimpin oleh KH Ahmad Mursyid. Dengan tenang, kiai sepuh yang alim ini juga membacakan talqin untuk Gus Yus. Di tengah guyuran gerimis, prosesi pemakaman ini pun berjalan khusuk dan khidmat.


Sementara itu, di tempat yang berbeda, wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoerito memimpin acara doa bersama anggota DPR di lobi Gedung Nusantara I Komplek MPR/DPR, Senayan, Jakarta (1/12) untuk Gus Yus. Politisi senior PDIP ini tidak kuasa menahan air matanya. " Beristirahatlah dengan. tenang, kami telah merasakan bahwa kamu adalah anggota Dewan yang berjasa, " kata Mbah Tardjo yang lalu terisak sehingga pidatonya tidak terdengar lagi. Mbah Tardjo adalah pimpinan DPR yang pertama memberikan. sambutan. Rencananya, kegiatan. itu. dipimpin Ketua DPR Agung Laksono. Tapi, Agung tidak hadir karena langsung melayat Gus Yus ke Jember. Setelah menguasai dirinya, Mbah Tardjo melanjutkan pidatonya," Atas nama DPR, perkenankan kami menyampaikan. terima kasih dan penghargaan atas darma bakti dan pengabdian beliau pada bangsa dan negara, " tandasnya. "Atas nama karyawan dan pribadi, kami menyatakan belosungkowo. Marilah, kita hantar almarhurn dengan iringan doa, mengikhlaskan kepergian almarhum. Semoga Tuhan mengampuni dosa dan memberikan tempat yang layak di sisi Nya", sambung Tardjo. Sekitar 200 an anggota DPR menghadiri doa bersama itu. Mereka membentuk lingkaran dan berdiri dengan khidmat. Di tengah lingkaran itu, tampak rangkaian bunga dari pimpinan dan anggota DPR RI, Menkop/UKM, pimpinan dan anggota
Di Surabaya, sejumlah anggota DPRD I Jawa Timur juga ikut berbela sungkawa. Kebetulan, saat itu. ada rapat paripuma (1/12). Sebelum membuka rapat, Fathurrasyid, Ketua DPRD, dengan perasaan haru, berkata: " Kita ini kehilangan seorang pernimpin yang berjasa pada bangsa dan negeri ini. Yaitu, KH Yusuf Muhammad yang juga kakak kandung lbu Endah Nizar". Sebagaimana diketahui, Noer Endah Nizar, diangkat sebagai anggota DPRD I masa periode 2004 2009. Noer Endah dipilih mewakili Muslimat NU Jawa Timur. Lalu, "Alfatehah", tukas Fathurrasyid memulai do'a bersama anggota DPRD yang lain. Noer Endah yang menghadiri rapat paripurna tersebut mendapat ucapan belasungkawa dari teman teman sejawatnya.


Sumber: Gus Yus Dari Pesantren Ke Senayan, Halaman 08 - 14

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates